Minggu, 09 Januari 2011

JAWABAN TERHADAP ARTIKEL YANG MENGHARAMKAN, MENSYIRIKKAN DAN MENGKAFIRKAN ORANG YANG BERDOA, BERZIARAH ATAU BERTAWASSUL KEPADA RASULULLAH SAW

“Menjadikan orang yang sudah meninggal baik itu nabi sebagai perantara tidak ada syari'atnya dan ini sangat diharamkan. Apalagi kalau ada yang berdo'a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do'a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Allah”

Begitulah potongan artikel di salah satu situs website yang saya baca tadi pagi yang secara tidak sengaja saya buka dan saya eksplore, nah sebagai seorang santri tentunya naluri kesalafiyahan saya tergelitik dan terangsang serta bagitu sangat tertarik untuk menjawab permasalahan tersebut berdasarkan pengetahuan dan kemampuan saya berdasarkan dalil-dalil baik itu dari al-qur’an, hadits maupun ijma’ul ulama’ al-a’lam.

Sebenarnya masalah ziarah kubur merupakan masalah fiqhiyah yang mana didalamnya mencakup berbagai macam hukum islam diantaranya halal, haram, makruh atau mandub.

Ada sebagian kelompok manusia yang mengatakan bahwa ziarah kubur merupakan perkara yang tidak ada didalam syariat bahkan dikatakan sebagai suatu kesyirikan, kekufuran dan keluar dari koridor agama tentunya agama islam. Okelah sebelum saya mengupas lebih dalam permasalahan mengenai ziarah kubur ini baiklah saya sodorkan perkataan dari seseorang yang memang dalam beberapa biografi dan track recordnya beliau sangat anti dengan hal yang berbau bid’ah, siapa lagi kalau bukan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang mana dari nama beliau inilah disandarkannya nama sebuah kelompok yang sampai saat ini menguasai tanah hijaz yaitu kelompok wahabi, beliau pernah berkata dalam salah satu karyanya yang berjudul “Qodiyyatut tawassul qodiyyatun fiqhiyyah”

قال الشيخ محمد بن عبد الوهاب : فكون البعض يرخص التوسل بالصالحين وبعضهم يرخصه بالنبى صلى الله عليه وسلم وأكثر العلماء ينهى عن ذلك ويكرهه فهذه المسألة من مسائل الفقه وإن كان الصواب عندنا قول الجمهور من أنه مكروه فلا ننكر على من فعله ولا إنكار فى مسائل الاجتهاد (فتاوى الشيخ محمد بن عبد الوهاب فى مجموعات المؤلفات, القسم الثالث ص 68 التى نشرتها جامعة الإمام محمد بن سعود الإسلامية)

Artinya: ada sebagian ulama yang membolehkan tawassul kepada orang sholeh dan ada sebagian lagi yang memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW, maka ada sebagian beasar ulama’ yang melarangnnya dan ada juga yang memakruhkannya sebab masalah ini adalah dari permasalahan-permasalahan fiqhiyyah apabila benar menurut kebanyakan ulama’ itulah yang saya pegang dan dijadikan landasan dan apabila itu hukumnya makruh maka saya tidak mengingkari orang yang melakukan tawassul tersebuut karena tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihad. (diambil dari fatwa syekh Muhammad bin abdul wahhab dalam kumpulan karya-karyanya bagian ke III halaman 68 yang dipublikasikan oleh universitas imam Muhammad bin su’ud al-islamiyah).

Nah dari perkataan beliau ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tawassul menurut beliau sendiri adalah boleh walaupun dalam kenyataannya beliau sendiri lebih banyak menghukuminya sebagai perkara yang makruh, dan apakah makruh ini sama dengan haram? Atau bahkan sampai masuk dalam kategori syirik?

Banyak sekali kelompok manusia yang mengatakan bahwa berziarah atau bertawassul kepada nabi Muhammad adalah kufur, bid’ah dan syirik, padahal kalau kita merujuk kepada perkataan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab tersebut, tentunya kita mungkin akan berpikir sepuluh kali untuk mengatakan hal-hal yang sedikit-sedikit mengkafirkan atau mensyirikkan orang, bukankah mengkafirkan orang tanpa dalil atau bukti adalah haram? Atau bahkan ia sendiri yang menjadi kafir?

Sayyid Muhammad bin Abbas Al-maliki Al-hasani dalam kitabnya “Az-ziyaroh an-nabawiyyah bainal bid’iyyah was syar’iyyah, hal 14” berkata:

شاع بين الناس أن أحاديث الزيارة كلها ضعيفة بل موضوعة وهو خطأ بلا ريب ومصادمة بين لقواعد الحديث بلا مين ولا يصدر عن محقق ممارس للحديث, خبير بقواعد الجرح والتعديل, بصير بالنقد والتخريج (الزيارة النبوية بين البدعية والشرعية لفضيلة السيد محمد بن عباس المالكى الحسنى الصفحة 14)

Anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa hadits yang menunjukkan tentang tidak bolehnya tawassul atau ziarah kepada nabi Muhammad SAW adalah hadits dho’ief atau hadits maudhu’ merupakan anggapan yang salah serta tanpa alasan yang jelas apalagi ilmiyah, baik ditinjau dari ilmu mustholahul hadits, asbabul wurud dari hadits tersebut serta berseberangan dengan qowaidul hadits serta tidak bersumber dari para ulama’ muhaqqiqul hadits dan tidak pula bersumber dari ulama’ yang mengerti akan qoidah cacat atau baiknya hadits tersebut serta tidak pula bersumber dari ulama yang ahli dalam studi kritik dan ikhroj mengenai hadits itu.

Terlepas dari itu semua bahwa hadits yang menurut anggapan mereka itu adalah dhoif ternyata merupakan kebalikannya, sebab derajat hadits tersebut menurut imam as-subky dan imam as suyuthi adalah hasan bahkan shohih. Sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Ad-Dzahabi dalam kitab Al-Maqoshidul Hasanah lis Sakhowi halaman 412, Imam Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qodir fi Ahaditsil Basyir an Nadzir juz I hal 140 dan imam Al-Khuffaji dalam kitabnya Nasimur Riyadh juz 3 hal 511. Adapun hadits tersebut diriwayatkan oleh Musa bin Hilal al-Ubbadi dari Abdullah bin Umar al-Umari dan Ubaidillah bin Umar Al-Umari dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

من زا ر قبرى وجبته له شفاعتى

Artinya: barang siapa yang berziarah ke kuburanku maka wajiblah baginya mendapat syafa’atku.

Perlu kiranya pembaca ketahui bahwa beliau-beliau yang saya sebutkan diatas adalah ulama’ hadits yang sudah hafal ribuan hadits dan sudah teruji kesohorannya selama beberapa abad sampai sekarang, akan tetapi dalam masalah fiqih mereka masih bertaqlid kepada imam mujtahid muthlaq yang empat yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi’ie dan Hambali yang mana dalam ajaran madzhabnya meraka mensyariatkan ziarah kubur sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab fiqihnya. dari sini sudah jelas bahwa Imamul Madzahib yang empat tersebut menshohihkan hadits mengenai bolehnya ziarah kubur kepada nabi Muhammad SAW.

Disamping hadits tersebut diatas yang menjadi sandaran saya mengenai bolehnya ziarah kepada nabi Muhammad, kiranya saya juga akan memaparkan dalil dari al-qur’an. Allah SWT berfirman:

ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم جاؤوك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله توابا رحيما

Artinya: bahwa sesungguhnya manusia apabila berbuat dzolim pada dirinya sendiri mereka mendatangimu dan memohon ampun kepada Allah SWT dan Rasululullah memintakan ampun kepada Allah bagi orang tersebut niscaya mereka mendapatkan bahwa allah maha pengampun dan penyayang

Ayat ini menurut Jumhurul Mufassirin menerangkan tentang doa serta permohonan ampun yang dilakukan oleh Rasulullah SAW bagi umatnya yang datang berziarah kepada beliau baik ketika hidup maupun setelah beliau wafat. Adapun orang yang mengatakan bahwa ayat ini dikhususkan ketika Rasulullah SAW hidup jelas tidak benar, sebab fi’il dalam bentuk syaratnya menunjukkan kepada kata yang bersifat umum, jadi bisa dikatakan Rasulullah SAW memohonkan ampunan kepada Allah SWT bagi siapa saja yang berziarah kepadanya baik ketika beliau masih hidup maupun ketika beliau telah wafat, (Irsyadul Fuhul, Hal: 122).

Disini saya sampaikan pendapat para Mufassir yang terkenal mengenai ayat tersebut diatas, yang pertama adalah Imam Abu abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshori Al-Qurthubi dalam tafsirnya “Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, juz 5 halaman 260” yang kedua adalah Imam Al-Hafidz Syaikh Imaduddin Ibnu Katsir dalam kitabnya “Tafsir Ibnu Katsir”:

قال الإمام أبو عبد الله محمد بن أحمد الأنصارى القرطبى فى تفسيره "الجامع لأحكام القرآن" فى تفسير قوله تعالى: " ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم جاؤوك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله توابا رحيما" روى أبو صادق عن علي قال: قدم عليما أعرابى بعد ما دفنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وحثا على رأسه من ترابه فقال: قلت يا رسول الله فسمعنا قولك ووعيت عن الله فوعينا عنك. وكان فيما أنزل الله عليك "ولو أنهم إذ ظلموا" وقد ظلمت نفسى وجئتك تستغفر لى فنودى من القبر أنه قد غفر لك (الجامع لأحكام القرآن, الجزء 5 الصفحة 260).

قال الإمام الحافظ الشيخ عماد الدين ابن كثير: ذكر جماعة منهم الشيخ أبو منصور الصباغ فى كتابه الشامل الحكاية المشهورة عن العتبى قال: كنت جالسا عند قبر النبى فجاء أعرابى فقال: السلام عليك يا رسول الله سمعت الله يقول: " ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم جاؤوك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله توابا رحيما" وقد جئتك مستغفرا لذنبى مستشفعا بك إلى ربى. ثم انصرف الأعرابى فغلبتنى عينى فرأيت النبى صلى الله عليه وسلم فى النوم فقال: "الحق الأعرابى فبشره أن الله قد غفر له.

Kisah ini juga diriwayatkan oleh Imam Nawawi didalam kitabnya yang bernama Al-Idhoh pada bab 6 halaman 498, kemudian diteruskan periwayatannya oleh Syekh Abu Muhammad Ibnu Qudamah didalam kitabnya Al-Mughni juz 3 halaman 556 yang mana riwayat ini pernah dinukil oleh Abu Alfaraj bin Qudamah dalam kitabnya As-Syarhul Kabir juz 3 halaman 495.

Ada hal yang menarik mengenai permasalahan kalimat جاؤوك ada sebagian orang yang menyatakan bahwa kalimat tersebut hanya dikhususkan ketika nabi Muhammad SAW masih hidup dan bagaimana mungkin orang yang telah mati bisa memohonkan ampun buat orang lain? Jawabannya adalah bahwa para nabi pada hakikatnya hidup didalam kubur, karena Allah SWT telah mengharamkan kepada bumi dan binatang yang ada didalamnya memakan jasad para nabi dan rasul, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

إنى رأيت موسى قائما يصلى فى قبره

Bahwa sesungguhnya nabi Muhammad SAW diperlihatkan oleh Allah SWT amal perbuatan umatnya, lalu beliau memintakan ampun kepada Allah SWT segala perbuatan keji yang dilakukan umatnya, sedangkan beliau sendiri berada di alam barzakh atau alam kubur. Adapun hadits yang menjadi landasannya adalah:

ما رواه البزار مرفوعا والحافظ إسماعيل القاضى فى فضل الصلاة على النبى وبن سعد فى طبقاته عن بكر بن عبد الله المزنى مرسلا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: حياتى خير لكم تحدثون ويحدث لكم فإذا أنا مت كانت وفاتى خيرا لكم تعرض علي أعمالكم فإن رأيت خيرا حمدت الله وإن رأيت شرا استغفرت لكم.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan dalam tulisan ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca serta menjadi investasi amal kebajikan bagi saya kelak di akhirat, semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang selalu ditetapkan hati oleh Allah SWT dalam kedaan iman dan islam serta mendapatkan syafaat Rasulullah SAW kelak, dimana tidak ada perlindungan pada waktu itu kecuali lindungan Allah SWT. Wallahu ta’ala a’lam bis showab

As syifa’, 25 Desember 2010 M

Jam 22:15

Kak Tuan S’Nada

Tidak ada komentar: